0

Fakhitah binti Abi Thalib

Fakhitah binti Abi Thalib adalah contoh bagaimana pengaruh orangtua akan berpengaruh terhadap pembentukan jiwa seorang anak. Tidaklah mengherankan kalau Fakhitah atau yang kemudian dikenal dengan Ummu Hani’ tumbuh sebagai pribadi yang baik karena sang ayah, Abi Thalib, adalah seorang lelaki berkepribadian mulia. Meski tidak pernah memeluk Islam sampai akhir hayatnya, Abi Thalib tetap menyayangi dan melindungi Rasulullah saw dikarenakan hatinya yang penyayang. Sifat yang baik ini juga tampak pada diri Ali bin Abi Thalib, saudara laki-laki Fakhitah.

Pada masa jahiliyah Rasulullah saw pernah mengajukan permintaan kepada Abi Thalib untuk meminang Fakhitah. Meskipun saat itu Rasulullah belumlah menjadi rasul namun akhlak beliau sudahlah jernih. Sehingga pastilah ia hanya akan meminang wanita yang memiliki akhlak yang baik. Hal ini membuktikan bahwa di masa jahiliyah pun Fakhitah adalah seorang wanita yang baik.
Namun sayangnya keinginan tersebut tidak dapat dikabulkan oleh Abi Thalib. Ia sudah berjanji pada Hubairah bin Abu Wahab untuk menikahkannya dengan Fakhitah.

Seperti halnya Ali bin Abi Thalib yang mudah menerima cahaya Islam, fitrah Fakhitah pun tergerak ketika cahaya itu datang kepadanya. Dengan mantap ia tinggalkan kepercayaan musyrik yang sekian lama dianutnya. Saat itu dari hasil pernikahannya dengan Hubairah, Fakhitah sudah memiliki 4 orang putra yang masih kecil-kecil. Namun kebahagiaan menikmati indahnya Islam ternyata hanya dirasakan sendiri oleh Fakhitah. Hubairah tidak bersedia meninggalkan kepercayaan jahiliyahnya sehingga putuslah hubungan mereka sebagai suami istri. Beruntung keempat anaknya tetap bersama Fakhitah.
Kali ini Rasulullah kembali melanjutkan niat beliau untuk memperistri Fakhitah. Mendengar niatan Rasulullah, dengan diplomatis Fakhitah memberi jawaban, “Wahai Rasulullah, engkaulah orang yang saya cintai melebihi pendengaran dan penglihatanku. Namun, bukankah hak suami terhadap istri sangat besar? Aku khawatir jika engkau menjadi suamiku, maka perhatianku terhadap anak-anakku akan tersisihkan. Sedangkan kalau perhatianku kepada anak-anakku lebih aku penuhi, maka hak engkau sebagai suami yang akan terabaikan.” Sebuah penolakan yang cerdas, santun, dan langsung pada inti permasalahan.
Hal ini bukan berarti Fakhitah memang sama sekali tidak berminat pada pinangan Rasulullah. Rasanya tidak ada wanita manapun yang tidak ingin mendapat kesempatan mulia ini. Jiwa Fakhitah yang sangat penuh kasih sayang hanya tidak ingin kalau anak-anaknya yang masih kecil-kecil akan terabaikan kalau ibu mereka menikah dengan laki-laki mulia itu.  
       
Sejarah juga mencatat satu peristiwa penting berkaitan dengan pemberian suaka yang dilakukan Fakhitah. Suatu saat dua orang saudara iparnya dari Bani Makhzum datang meminta perlindungan kepada Fakhitah. Keduanya terancam hukuman mati. Ali bin Abi Thalib yang mengetahui hal itu langsung menuju rumah Fakhitah. “Demi Allah, akan aku bunuh kedua orang tersebut,” kata Ali. Namun Fakhitah tidak membiarkan Ali masuk ke dalam rumahnya. Lalu  Fakhitah menemui Rasulullah mengadukan hal tersebut. 
Rasulullah membenarkan tindakan Fkhitah dengan berkata, “Kami turut melindungi orang yang engkau lindungi dan mengamankan orang yang engkau amankan.”

Semoga Allah merahmati Fakhitah yang hatinya penuh kasih sayang. :)

0 corak:

Back to Top